PERJUANGAN RAKYAT MELAWAN PENJAJAH BELANDA
Bangsa
Belanda pernah menguasai Indonesia lebih dari 300 tahun. Dalam kurun waktu itu,
berkali-kali rakyat Indonesia mengadakan perlawanan. Pada bagian ini kita akan
membahas tentang kedatangan Bangsa Belanda ke Indonesia, bentuk-bentuk
penindasan Bangsa Belanda, dan perjuangan menentang penjajahan Bangsa Belanda.
2. Penindasan lewat VOC
3. Penindasan lewat kerja paksa, penarikan pajak, dan tanam paksa
a. Perlawanan terhadap VOC
b. Perlawanan Pattimura (1817)
c. Perang Padri (1821-1837)
d. Perang Diponegoro (1925-1830)
Dari beberapa perlawanan yang dilakukan oleh rakyat di berbagai daerah pada awalnya mengalami kemenangan tetapi pada akhirnya mengalami kekalahan. Hal itu disebabkan karena beberapa hal antara lain :
1. Rakyat tidak bersatu, tetapi berjuang secara kedaerahan.
2. Rakyat mudah diadu domba, ingat politik devide et impera (politik adu domba).
3. Kurangnya persenjataan.
Satuhal yang patut ingat dan diteladani adalah :
1. Semua para pahlawan berjuang dengan rela berkorban dan tanpa pamrih
2. Para pahlawan memiliki jiwa dan semangat hidup gotong royong yang tinggi
3. Perlawanan rakyat menunjukkan bahwa semua rakyat menolak segala bentuk penjajahan
1.
Kedatangan Bangsa Belanda
Bangsa
Eropa mulai mencari barangbarang kebutuhan sehari-hari, seperti buah-buahan,
rempah-rempah, wol, porselin , dan lain-lain dari negara-negara di luar Eropa.
Indonesia, terkenal sebagai tempat penghasil rempah-rempah. Rempah- rempah yang
dihasilkan bangsa Indonesia digunakan sebagai bahan obatobatan, penyedap
makanan, dan pengawet makanan. Maka, berlomba-lombalah Bangsa Eropa untuk
mendapatkan rempah-rempah dari Indonesia. Bangsa Belanda sampai ke Indonesia pada
tanggal 22 Juni 1596. Armada Belanda berhasil mendarat di Banten, Jawa Barat.
Pada awalnya, kedatangan Bangsa Belanda disambut baik oleh Sultan Banten.
Kegiatan perdagangan menjadi ramai. Namun, hal itu tidak berlangsung lama.
Bangsa Belanda berubah menjadi serakah dan kasar. Sikap itu menyebabkan mereka
dimusuhi dan diusir dari Banten.
2. Penindasan lewat VOC
Dua tahun
setelah kedatangan pertama, bangsa Belanda datang lagi ke Indonesia. Kali ini
mereka bersikap baik dan ramah. Belanda dapat diterima kembali di Indonesia.
Banyak pedagang Belanda datang ke Indonesia. Hal ini mengakibatkan terjadinya
persaingan dagang dan pertikaian di antara mereka. Akibatnya, harga
rempah-rempah tidak terkendali. Untuk
menghindari
pertikaian yang lebih parah pada tanggal 20 Maret 1602 dibentuk Perkumpulan
Dagang Hindia Timur atau Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Mula-mula kegiatan VOC hanya berdagang. Akan tetapi,
lama-kelamaan VOC berusaha menguasai perdagangan (monopoli). Untuk mewujudkan maksud itu VOC
membentuk tentara, mencetak mata uang sendiri, dan mengadakan perjanjian dengan
raja-raja setempat.
Di Maluku
VOC melakukan Pelayaran Hongi (patroli laut) untuk mengawasi rakyat Maluku agar tidak menjual
rempah-rempah mereka kepada pedagang lain. Untuk mempertahankan harga, VOC juga
memerintahkan penebangan sebagian pohon rempah-rempah milik rakyat. VOC
memberikan hukuman berat kepada rakyat yang melanggar aturan monopoli itu.
Pusat-pusat
perdagangan yang dikuasai VOC adalah Ambon, Jayakarta, dan Banda. Pusat
perdagangan Jayakarta direbut Belanda pada masa Gubernur Jenderal
J.P. Coen. Ia mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia. Coen kemudian membangun kota
Batavia dengan gaya Belanda. Kantor VOC yang semula ada di Ambon dipindahkan ke
Batavia. VOC mampu berdiri dalam waktu yang sangat lama. Pada Tanggal 31
Desember 1799, VOC dibubarkan. VOC dibubarkan karena sebab-sebab berikut ini :
- Pejabat-pejabat VOC melakukan korupsi dan hidup mewah.
- VOC menanggung biaya perang yang sangat besar.
- Kalah bersaing dengan pedagang Inggris dan Prancis.
- Para pegawai VOC melakukan perdagangan gelap.
Pada
tanggal 1 Januari 1800, kekuasaan VOC di Indonesia digantikan langsung oleh pemerintah
Kerajaan Belanda. Semua hutang VOC ditanggung oleh Kerajaan Belanda. Sejak saat
itu, Indonesia diperintah lansung oleh pemerintah Belanda. Pemerintahan
Kerajaan Belanda atas wilayah Indonesia ini berlansung sampai tahun 1942.
Pemerintah Belanda di Indonesia dinamakan Pemerintahan Hindia Belanda.
3. Penindasan lewat kerja paksa, penarikan pajak, dan tanam paksa
Pada tahun
1806, Napoleon Bonaparte berhasil menaklukkan Belanda. Napoleon mengubah bentuk negara Belanda dari kerajaan menjadi republik. Napoleon ingin memberantas penyelewengan dan korupsi serta mempertahankan Pulau Jawa dari Inggris. Ia mengangkat
Herman Willem Daendels menjadi Gubernur Jenderal di Batavia. Untuk menahan serangan
Inggris,
Daendels melakukan tiga hal, yaitu :
- menambah jumlah prajurit,
- membangun pabrik senjata, kapal-kapal baru, dan pos-pos pertahanan,
- membangun jalan raya yang menghubungkan pos satu dengan pos lainnya.
Daendels
memberlakukan kerja paksa tanpa upah untuk membangun jalan. Kerja paksa ini
dikenal dengan nama kerja rodi. Rakyat dipaksa membangun Jalan
Raya Anyer-Panarukan yang panjangnya sekitar 1.000 km. Jalan
ini juga dikenal dengan nama Jalan Pos. Selain untuk membangun jalan raya, rakyat juga dipaksa menanam
kopi di daerah Priangan untuk pemerintah Belanda. Banyak rakyat Indonesia yang
menjadi korban kerja rodi. Untuk mendapatkan dana biaya perang pemerintah
kolonial Belanda menarik pajak dari rakyat. Rakyat diharuskan membayar pajak
dan menyerahkan hasil bumi kepada pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1811,
Daendels dipanggil ke Belanda. Ia digantikan oleh Gubernur Jenderal Janssens. Saat itu
pasukan Inggris berhasil mengalahkan Belanda di daerah Tuntang, dekat Salatiga,
Jawa Tengah. Gubernur Jenderal Janssens terpaksa menandatangani Perjanjian Tuntang. Berikut ini isi Perjanjian
Tuntang :
- Seluruh wilayah jajahan Belanda di Indonesia diserahkan kepada Inggris.
- Adanya sistem pajak/sewa tanah.
- Sistem kerja rodi dihapuskan.
- Diberlakukan sistem perbudakan.
Inggris
berkuasa di Indonesia selama lima tahun (1811-1816). Pemerintah Inggris mengangkat
Thomas Stamford Raffles menjadi Gubernur Jenderal di Indonesia. Pemerintah
memberlakukan sistem sewa tanah yang dikenal dengan nama landrente. Rakyat yang menggarap tanah diharuskan menyewa dari pemerintah.
Pada tahun 1816, Inggris menyerahkan wilayah Indonesia kepada Belanda. Pemerintah
Belanda menunjuk Van Der
Capellen sebagai gubernur jenderal. Van Der
Capellen mempertahankan monopoli
perdagangan
yang telah dimulai oleh VOC dan tetap memberlakukan kerja paksa.
- Pada tahun 1830, Van Der Capellen diganti Van Den Bosch. Bosch mendapat tugas mengisi kas Belanda yang kosong. Ia memberlakukan tanam paksa atau cultuur stelsel untuk mengisi kas pemerintah yang kosong. Van Den Bosch membuat aturanaturan untuk tanam paksa sebagai berikut.Rakyat wajib menyediakan 1/5 dari tanahnya untuk ditanami tanaman yang laku di pasaran Eropa.
- Tanah yang dipakai untuk tanamam paksa bebas dari pajak.
- Hasil tanaman diserahkan kepada Belanda.
- Pekerjaan untuk tanam paksa tidak melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
- Kerusakan-kerusakan yang tidak dapat dicegah oleh petani menjadi tanggungan Belanda.
- Rakyat Indonesia yang bukan petani harus bekerja 66 hari tiap tahun bagi pemerintah Hindia Belanda.
Kenyataannya,
ada banyak penyelewengan dari ketentuan itu. Misalnya, tanah yang harus
disediakan oleh petani melebihi luas tanah yang telah ditentukan, rakyat harus
menanggung kerusakan hasil panen, rakya harus bekerja lebih dari 66 hari, dan
lain-lain. Akhirnya ketentuanketentuan yang diatur dalam tanam paksa tidak
berlaku sama sekali.
Pemerintah
Belanda semakin bertindak sewenang-wenang. Tanam paksa mengakibatkan
penderitaan luar biasa bagi rakyat Indonesia. Hasil pertanian menurun. Rakyat
mengalami kelaparan. Akibat kelaparan banyak rakyat yang mati. Sebaliknya,
tanam paksa ini memberikan
keuntungan
yang melimpah bagi Belanda. Namun, masih ada orang Belanda yang peduli terhadap
nasib rakyat Indonesia. Di antaranya adalah Douwes
Dekker. Ia mengecam tanam paksa melalui
bukunya yang berjudul Max Havelaar, dengan nama samaran Multatuli. Max Havelaar menceritakan penderitaan bangsa Indonesia sewaktu
dilaksanakan tanam paksa.
Max
Havelaar menggegerkan seluruh warga Belanda. Timbul perdebatan hebat tentang
tanam paksa di negeri Belanda. Akhirnya, Parlemen Belanda me-mutuskan untuk
menghapus tanam paksa secepatnya.
4. Perlawanan menentang
penjajahan Belanda
Monopoli
perdagangan, kerja paksa, penarikan pajak, sewa tanah, dan tanam paksa menimbulkan
banyak kerugian dan membuat sengsara rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia tidak
tahan lagi. Rakyat Indonesia melakukan perlawanan memperjuangkan martabat dan
kemerdekaannya. Dari seluruh penjuru tanah air timbul perlawanan terhadap
penjajah Belanda. Perhatikan peta perlawanan-perlawanan yang terjadi pada Gambar 6.6 di halaman 136 atas! Kita akan
membahas beberapa di antaranya.
a. Perlawanan terhadap VOC
Pada saat
VOC berkuasa di Indonesia terjadi beberapa kali perlawanan. Pada tahun 1628 dan
1629, Mataram melancarkan serangan besar-besaran terhadap VOC di Batavia. Sultan Agung mengirimkan ribuan prajurit untuk menggempur
Batavia dari darat dan laut. Di Sulawesi Selatan VOC mendapat perlawanan dari
rakyat Indonesia di bawah pimpinan Sultan Hassanuddin. Perlawanan terhadap VOC di
Pasuruan Jawa Timur dipimpin oleh Untung Suropati. Sementara Sultan Ageng Tirtayasa mengobarkan perlawanan di daerah
Banten.
b. Perlawanan Pattimura (1817)
Belanda
melakukan monopoli perdagangan dan memaksa rakyat Maluku menjual hasil rempah-rempah hanya kepada Belanda, menentukan harga rempah-rempah secara semena-mena, melakukan pelayaran hongi, dan menebangi tanaman rempahrempah milik rakyat. Rakyat Maluku berontak atas perlakuan Belanda. Dipimpin oleh Thomas Matulessi yang nantinya terkenal dengan nama Kapten Pattimura, rakyat Maluku melakukan perlawanan pada tahun
1817.
Pattimura dibantu oleh Anthony Ribok, Philip
Latumahina, Ulupaha, Paulus Tiahahu, dan seorang pejuang wanita Christina Martha Tiahahu. Perang
melawan Belanda meluas ke berbagai daerah di Maluku, seperti Ambon, Seram,
Hitu, dan lain-lain.
Belanda
mengirim pasukan besarbesaran. Pasukan Pattimura terdesak dan bertahan di dalam
benteng. Akhirnya, Pattimura dan kawan-kawannya tertawan. Pada tanggal 16
Desember 1817, Pattimura dihukum gantung di depan Benteng Victoria di Ambon.
c. Perang Padri (1821-1837)
Perang
Padri bermula dari pertentangan antara kaum adat dan kaum agama (kaum Padri). Kaum
Padri ingin memurnikan pelaksanaan agama Islam. Gerakan Padri itu ditentang
oleh kaum adat. Terjadilah bentrokan- bentrokan antara keduanya. Karena terdesak,
kaum adat minta bantuan kepada Belanda. Belanda bersedia membantu kaum adat
dengan imbalan sebagian wilayah Minangkabau. Pasukan Padri dipimpin oleh Datuk Bandaro.
Setelah beliau wafat diganti oleh Tuanku Imam Bonjol. Pasukan Padri dengan taktik perang
gerilya, berhasil mengacaukan pasukan Belanda. Karena kewalahan, Belanda
mengajak berunding. Pada tahun
1925
terjadi gencatan senjata. Belanda mengakui beberapa wilayah sebagai daerah kaum
Padri. Perang Padri meletus lagi setelah Perang Diponegoro berakhir. Tahun 1833
terjadi pertempuran hebat di daerah Agam. Tahun 1834 Belanda mengepung pasukan Bonjol.
Namun pasukan Padri dapat bertahan sampai dengan tahun 1837. Pada tanggal 25
Oktober 1837, benteng Imam Bonjol dapat diterobos. Beliau tertangkap dan
ditawan.
d. Perang Diponegoro (1925-1830)
Perang
Diponegoro berawal dari kekecewaan Pangeran Diponegoro atas campur tangan Belanda terhadap istana dan tanah tumpah
darahnya. Kekecewaan itu memuncak ketika Patih
Danureja atas perintah Belanda memasang
tonggak-tonggak untuk membuat rel kereta api melewati makam leluhurnya. Dipimpin
Pangeran Diponegoro, rakyat Tegalrejo menyatakan perang melawan Belanda tanggal
20 Juli 1825. Diponegoro dibantu oleh Pangeran Mangkubumi sebagai penasehat, Pangeran Ngabehi
Jayakusuma sebagai panglima, dan Sentot Ali Basyah Prawiradirja
sebagai panglima perang. Pangeran Diponegoro juga didukung
oleh para ulama dan bangsawan. Daerah-daerah lain di Jawa ikut berjuang melawan
Belanda. Kyai Mojo dari Surakarta mengobarkan Perang Sabil. Antara tahun 1825-1826 pasukan
Diponegoro mampu mendesak pasukan Belanda. Pada tahun 1827, Belanda
mendatangkan bantuan dari Sumatra dan Sulawesi. Jenderal De Kock menerapkan taktik perang benteng stelsel. Taktik ini berhasil mempersempit
ruang gerak pasukan Diponegoro. Banyak pemimpin pasukan Pangeran Diponegoro
gugur dan tertangkap. Namun demikian, pasukan Diponegoro tetap gigih. Akhirnya,
Belanda mengajak berunding. Dalam perundingan
yang
diadakan tanggal 28 Maret 1830 di Magelang, Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda.
Beliau diasingkan dan meninggal di Makassar.
e. Perang Banjarmasin
(1859-1863)
Penyebab
perang Banjarmasin adalah Belanda melakukan monopoli perdagangan
dan
mencampuri urusan kerajaan. Perang Banjarmasin dipimpin oleh Pangeran Antasari.
Beliau
didukung oleh Pangeran Hidayatullah. Pada tahun 1862 Hidayatullah ditahan
Belanda dan dibuang ke Cianjur. Pangeran Antasari diangkat rakyat menjadi
Sultan. Setelah itu perang meletus kembali. Dalam perang itu Pangeran Antasari
luka-luka dan wafat.
f. Perang Bali
(1846-1868)
Penyebab
perang Bali adalah Belanda ingin menghapus hukum tawan karang dan memaksa
Raja-raja Bali mengakui kedaulatan Belanda di Bali. Isi hukum tawan karang
adalah kerajaan berhak merampas dan menyita barang serta kapal-kapal yang
terdampar di Pulau Bali. Raja-raja Bali menolak keinginan Belanda. Akhirnya,
Belanda menyerang Bali. Belanda melakukan tiga kali penyerangan, yaitu pada
tahun 1846, 1848, dan 1849. Rakyat Bali mempertahankan tanah air mereka. Setelah
Buleleng dapat ditaklukkan, rakyat Bali mengadakan perang puputan, yaitu berperang sampai titik
darah terakhir. Di antaranya Perang Puputan Badung (1906), Perang Puputan
Kusumba (1908), dan Perang Puputan Klungkung (1908). Salah saut pemimpin
perlawanan rakyat Bali yang terkenal adalah Raja Buleleng dibantu oleh Gusti Ketut Jelantik.
g. Perang
Sisingamangaraja XII (1870-1907)
Pada saat
Sisingamangaraja memerintah Kerajaan Bakara, Tapanuli, Sumatera Utara,
Belanda
datang. Belanda ingin menguasai Tapanuli. Sisingamangaraja
beserta rakyat Bakara mengadakan perlawanan. Tahun
1878, Belanda menyerang Tapanuli. Namun, pasukan
Belanda
dapat dihalau oleh rakyat. Pada tahun 1904 Belanda kembali menyerang tanah
Gayo. Pada saat itu Belanda juga menyerang daerah Danau Toba. Pada tahun 1907,
pasukan Belanda menyerang kubu pertahanan pasukan Sisingamangaraja XII di
Pakpak. Sisingamangaraja gugur dalam penyerangan itu. Jenazahnya dimakamkan di Tarutung,
kemudian dipindahkan ke Balige.
h. Perang Aceh
(1873-1906)
Sejak
terusan Suez dibuka pada tahun 1869, kedudukan Aceh makin penting baik dari segi
strategi perang maupun untuk perdagangan. Belanda ingin menguasai Aceh. Sejak
tahun 1873 Belanda menyerang Aceh. Rakyat Aceh mengadakan perlawanan di bawah
pemimpin-pemimpin Aceh antara lain Panglima Polim, Teuku Cik
Ditiro, Teuku Ibrahim,
Teuku Umar, dan Cut Nyak Dien. Meskipun sejak tahun 1879 Belanda
dapat menguasai Aceh, namun wilayah pedalaman dan pegunungan dikuasai
pejuang-pejuang Aceh. Perang gerilya membuat pasukan Belanda kewalahan. Belanda
menyiasatinya dengan stelsel konsentrasi, yaitu memusatkan pasukan supaya pasukannya dapat lebih
terkumpul.
Belanda
mengirim Dr. Snouck Hurgronje untuk mempelajari sistem kemasyarakatan penduduk Aceh. Dari penelitian
yang dibuatnya, Hurgronje menyimpulkan bahwa kekuatan
Aceh
terletak pada peran para ulama. Penemuannya dijadikan dasar untuk membuat siasat
perang yang baru. Belanda membentuk pasukan gerak cepat (Marchose) untuk mengejar
dan
menumpas gerilyawan Aceh. Dengan pasukan marchose Belanda berhasil mematahkan
serangan gerilya rakyat Aceh. Tahun 1899, Teuku Umar gugur dalam pertempuran di
Meulaboh. Pasukan Cut Nyak Dien yang menyingkir ke hutan dan mengadakan perlawanan
juga dapat dilumpuhkan.Dari beberapa perlawanan yang dilakukan oleh rakyat di berbagai daerah pada awalnya mengalami kemenangan tetapi pada akhirnya mengalami kekalahan. Hal itu disebabkan karena beberapa hal antara lain :
1. Rakyat tidak bersatu, tetapi berjuang secara kedaerahan.
2. Rakyat mudah diadu domba, ingat politik devide et impera (politik adu domba).
3. Kurangnya persenjataan.
Satuhal yang patut ingat dan diteladani adalah :
1. Semua para pahlawan berjuang dengan rela berkorban dan tanpa pamrih
2. Para pahlawan memiliki jiwa dan semangat hidup gotong royong yang tinggi
3. Perlawanan rakyat menunjukkan bahwa semua rakyat menolak segala bentuk penjajahan
Tidak ada komentar